Menuju Rumah Tangga Islami Bag.1
Rumahku Surgaku
Bismillahirrahmanirrahim………….
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengenalkan kepada kita
jalan dakwah ini, dan semoga Allah SWT menjadikan kita, pasangan hidup dan
keturunan kita dari golongan orang-orang yang mengisi barisan terdepan dalam
dakwah ini hingga akhir hayat kita. Shalawat dan salam untuk junjungan kita
Rasulullah SAW dan juga kepada ahli bait dan keluarga beliau.
Rumah tangga islami adalah rumah tangga yang menjadikan tata
aturan keislaman sebagai landasan dalam mengarungi kehidupannya, baik dalam
pola interaksi suami dan istri, dalam rangka mendidik jundi-jundi kecilnya, dan
juga interaksinya dengan umat yang ada di sekelilingnya.
Oleh karena itu pengetahuan akan wasiat-wasiat Rasulullah SAW
untuk mereka yang sudah ataupun yang akan menggenapkan setengah dari urusan
agamanya ini sangatlah penting. Untukmu Sang Aktivis dakwah, ana himpun
hadits-hadits Rasulullah SAW seputar rumah tangga.
1. Wahai
Pemuda, Menikahlah…!!!
3464
- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِىُّ
وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ الْهَمْدَانِىُّ جَمِيعًا
عَنْ أَبِى مُعَاوِيَةَ - وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ - عَنِ
الأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ أَمْشِى مَعَ عَبْدِ اللَّهِ
بِمِنًى فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ فَقَامَ مَعَهُ يُحَدِّثُهُ فَقَالَ لَهُ عُثْمَانُ يَا
أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَلاَ نُزَوِّجُكَ جَارِيَةً شَابَّةً لَعَلَّهَا تُذَكِّرُكَ
بَعْضَ مَا مَضَى مِنْ زَمَانِكَ. قَالَ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَئِنْ قُلْتَ ذَاكَ
لَقَدْ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ
وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ ».
"Imam Muslim –semoga Allah SWT
merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya
al-Tamimi, Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan Muhammad bin al-`Ala' al-Hamdaniy,
semuanya dari Abu Mu`awwiyah –dalam riwayat Yahya disebutkan bahwa mengabarkan
kepada kami Abu Mu`awwiyah- dari al-`A'masy, dari Ibrahim, dari `Alqamah, ia
berkata, Suatu ketika saya bersama Abdullah bin Umar di Mina, Utsman bin Affan
datang menemuinya dan berkata,"Hai Abu Abdurrahman, Maukah Engkau kami
nikahkan dengan seorang hamba sahaya yang masih muda agar ia mengingatkanmu pada
masa lalumu? Abdullah bin Umar menjawab, jika Engkau berkata seperti itu,
sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda kepada kami,"Hai sekalian
pemuda! Barangsiapa yang telah sanggup memberi nafkah di antara kamu, maka
hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya hal itu adalah cara yang paling baik
untuk menundukkan pandangan dan cara yang paling baik untuk menjaga kesucian.
Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena hal itu
akan menjadi benteng baginya." (Shahih Muslim)
Syarah Hadits:
Imam Ibnu Daqiq al-`Id –semoga
Allah SWT, merahmati beliau- berkata dalam Kitab Ihkam al-Ahkam yang
merupakan syarah (penjelasan) terhadap Kitab Umdatu al-Ahkam, bahwa kata
"al-Ba'ah" dalam hadits ini bermakna rumah yang harus
disiapkan oleh seorang ikhwan untuk istrinya kelak. Sedangkan al-Istitha`ah
an-Nikah (kemampuan yang disyaratkan sebelum memutuskan untuk menikah)
adalah kemampuan untuk menyiapkan mahar dan memberi nafkah (lahir maupun batin)
untuk sang istri.
Imam Ibnu Daqiq al-Id juga
mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan tidak adanya perintah nikah selain
kepada orang-orang yang telah memiliki kemampuan (persiapan) sebagaimana yang
telah disebutkan di atas. Bahkan sebagian para ulama berpendapat bagi
orang-orang yang belum memiliki kemampuan dan persiapan untuk memberi nafkah
istrinya, maka hukum nikah baginya adalah makruh.
Komentar Ana:
Hukum makruh
yang dimaksudkan oleh para ulama sebenarnya bukanlah hukum makruh hanya karena
seorang ikhwan yang ingin menikah dengan tujuan untuk menjaga kesucian diri
namun belum memiliki persiapan dan kemampuan untuk itu. Akan tetapi, yang
dimaksud dengan orang makruh baginya menikah adalah orang yang dengan
pernikahannya tersebut dikhawatirkan hanya akan menyebabkannya menerlantarkan
istrinya tanpa tanggung jawab dan usaha yang optimal sebagai seorang suami. Wallahu
A`lam
2.
Menikah adalah Sunnah Rasulullah SAW.
3469
- وَحَدَّثَنِى أَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ
الْعَبْدِىُّ حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- سَأَلُوا أَزْوَاجَ
النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ عَمَلِهِ فِى السِّرِّ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ
أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ آكُلُ اللَّحْمَ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ
لاَ أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ. فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. فَقَالَ « مَا بَالُ
أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا لَكِنِّى أُصَلِّى وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى ».
"Imam Muslim –semoga Allah SWT.
Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Nafi`
al-`Abdi, menceritakan kepada kami Bahzun, menceritakan kepada kami Hammad bin
Salamah, dari Tsabit, dari Anas, bahwa sebagian dari sahabat Nabi SAW. Bertanya
kepada istri-istri Rasulullah SAW, mengenai amalan beliau yang tersembunyi (di
dalam rumah tanggganya). Setelah mendengar amalan-amalan Rasulullah SAW
tersebut, sebagian di antara mereka berkata,"Aku tidak akan menikahi
wanita." Sebagian lagi berkata,"Aku tidak akan memakan daging."
Sebagian di antara mereka berkata,"Aku tidak akan tidur lagi pada hamparan
alas tidur." Maka Nabi SAW memuji Allah SWT dan bersabda,"Apa yang
menyebabkan orang-orang berkata seperti itu, adapun aku, aku shalat dan aku
juga tidur, aku berpuasa dan aku juga berbuka, dan aku menikahi wanita pula,
maka barangsiapa yang membenci sunnahku, maka bukanlah golonganku." (Shahih
Muslim)
Syarah Hadits:
Al-Allamah al-Qadhi `Iyadh (w.
544 H)–semoga Allah SWT, merahmati beliau- dalam kitabnya Ikmal al-Mu`allim
yang merupakan syarah terhadap Shahih Muslim menyebutkan bahwa Imam Ibnu Jarir
al-Thabari –semoga Allah SWT, merahmati beliau pula- berpendapat,"Dalam
hadits ini terdapat penolakan terhadap orang-orang yang mencegah diri mereka
dari melakukan suatu perbuatan yang halal dan mubah, misalnya menikmati makanan
yang baik, berpakaian yang lembut (dan rapih), serta hal-hal lainnya yang
merupakan bagian dari kebaikan.
Komentar Ana:
Dalam hadits ini jelas pula bahwa
hal-hal yang halal dan mubah seperti nikah, tidur, makan makanan yang baik, dan
berpenampilan yang rapih dan baik (tentunya masih dalam koridor syar'i)
merupakan sesuatu yang diperintahkan dalam islam. Sehingga jangan sampai ada
seorang ikhwan misalnya yang mengenakan pakaian yang kurang rapih alias jarang
disetrika dan sangat kumal bin lusuh dengan alasan zuhud dan mengikuti sunnah
Rasulullah SAW. Sebab, syariat islam yang mulia ini telah menyatakan bahwa
keindahan adalah salah satu syariat dalam islam. Rasulullah SAW,
bersabda,"Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan."
3.
Istri adalah penjaga diri suami dari dosa
3473
- حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِىٍّ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الأَعْلَى حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ أَبِى عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَأَى امْرَأَةً فَأَتَى
امْرَأَتَهُ زَيْنَبَ وَهْىَ تَمْعَسُ مَنِيئَةً لَهَا فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ خَرَجَ
إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ « إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ
فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ
فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِى نَفْسِهِ ».
"Imam Muslim –semoga Allah SWT
merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada kami `Amru bin `Ali, menceritakan
kepada kami `Abdul A`la, menceritakan kepada kami Hisyam bin Abi Abdullah, dari
Abu Zubair, dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW. suatu ketika melihat seorang
wanita, maka beliau mendatangi istri beliau Zainab yang saat itu sedang
menyamak kulit, beliau menunaikan keinginan beliau terhadap istrinya itu,
kemudian keluar kepada para sahabatnya dan bersabda,"Sesungguhnya seorang
perempuan menghadap seorang laki-laki dengan rupa syaitan, dan membelakangi
dengan rupa syaitan pula. Jika salah seorang dari kalian melihat seorang
perempuan (kemudian timbul naluri kelaki-lakiannya), maka hendaklah ia
mendatangi istrinya, karena hal itu akan menenangkan apa yang ada di dalam
dirinya." (Shahih Muslim)
Syarah Hadits:
Imam al-Suyuti (w.911 H)-semoga
Allah SWT, merahmati beliau- berkata dalam kitabnya yaitu Kitab al-Dibaj
`Ala Muslim, yaitu sebuah kitab yang beliau susun untuk menjelaskan Shahih
Muslim, bahwa hadits ini mengisyaratkan adanya hawa (syahwat) dan dorongan yang
menjurus kepada fitnah yang telah Allah SWT, jadikan sebagai naluri manusiawi
dalam diri seorang laki-laki ketika ia berhadapan dan melihat seorang wanita.
Komentar Ana:
Inilah salah satu hikmah di balik
turunnya ayat-ayat hijab dan juga adanya perintah untuk menikah kepada para
pemuda, sebagaimana pada hadits terdahulu. Sebab, naluri dan dorongan syahwat
merupakan sebuah ujian yang sungguh sangat sulit dihadapi siapapun, tak luput
juga para aktivis dakwah sekalipun.
Hal ini pula merupakan sebuah
evaluasi kepada para akhawat, bahwa gambar dan foto diri mereka adalah sebuah
fitnah yang tidak layak dipublikasikan meskipun dalam balutan jilbabnya yang
sudah lebar dan syar'i dalam berbagai jejaring social yang kini mewabah di
tengah-tengah umat ini. Sebab, dari arah mana pun mata para ikhwan dan lelaki
melihat gambar antunna sekalian, maka syaitan akan menggoda dan membisikkan
godaannya kepada mereka.
4.
Larangan Menikahi Wanita dan Bibinya sekaligus
3506
- وَحَدَّثَنِى أَبُو مَعْنٍ الرَّقَاشِىُّ
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى أَنَّهُ كَتَبَ
إِلَيْهِ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ عَلَى خَالَتِهَا
».
"Imam Muslim –semoga Allah SWT.
Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepadaku Abu Ma`n al-Raqasyiy,
menceritakan kepada kami Khalid bin al-Harits, menceritakan kepada kami Hisyam,
dari Yahya, bahwa Yahya menulis surat kepadanya (kepada Hisyam), dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW.
Bersabda,"Janganlah kalian menikahi seorang perempuan dan bibinya dari
pihak ayah, dan jangan pula menikahi seorang wanita dan bibinya dari pihak
ibu." (Shahih Muslim)
5.
Larangan Meminang di atas pinangan orang lain
3520
- وَحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَحَدَّثَنَا ابْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلاَ يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ بَعْضٍ ».
"Imam Muslim –semoga Allah SWT.
Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa`id,
menceritakan kepada kami Laits. Imam Muslim berkata pula,"Menceritakan
kepada kami pula Ibnu Rumh, mengabarkan kepada kami Laits, dari Nafi`, dari
Ibnu `Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda,"Janganlah salah seorang di
antara kalian membeli barang yang telah dibeli oleh orang lain, dan jangan pula
meminang di atas pinangan orang lain." (Shahih Muslim)
Syarah Hadits:
Imam an-Nawawi –semoga Allah SWT,
merahmati beliau- berkata dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim, bahwa
secara zahir hadits ini menjelaskan mengenai haramnya meminang di atas pinangan
saudara sesama muslim, dan para ulama telah sepakat pula bahwa pengharaman
tersebut terjadi jika pinangan yang pertama telah secara jelas diterima, pihak
pertama tidak lagi mengizinkan pihak kedua untuk meminang, dan pihak pertama
tidak membatalkan ataupun meninggalkan pinangannya yang telah diterima
tersebut.
Imam an-Nawawi melanjutkan
pemaparannya,"Jika seandainya masih dalam kondisi seperti di atas, dan
pihak kedua tetap melakukan pinangannya lalu menikahi wanita tersebut, maka
perbuatan seperti ini disebut sebagai sebuah kemaksiatan. Akan tetapi,
pernikahannya tetap sah secara syar'I dan tidak batal, inilah pandangan yang
menjadi mazhab kami dan sebagian besar kalangan ulama.
Komentar Ana:
Salah satu masalah penting yang
harus dilatih oleh para kader dakwah adalah memperdalam nilai ukhuwah
islamiyah, mencintai saudaranya karena Allah SWT, mentarbiyah jiwanya untuk
memahami dimensi-dimensi yang telah Allah SWT, dan Rasul-Nya tetapkan sebagai
landasan persaudaraannya, komitmen dengan adab-adabnya, melaksanakan hak-hak
saudaranya, disertai dengan membuka peluang interaksi antar personal, sehingga
menjadi kokoh dengannya barisan umat ini, serta terhindarkan berbagai factor
pemecah dan perusak persaudaraan.
6.
Hukum Syigar (Mensyaratkan pernikahan yang satu untuk
melaksanakan pernikahan yang lain)
3534
- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو أُسَامَةَ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ
أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- عَنِ الشِّغَارِ. زَادَ ابْنُ نُمَيْرٍ وَالشِّغَارُ أَنْ يَقُولَ
الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ زَوِّجْنِى ابْنَتَكَ وَأُزَوِّجُكَ ابْنَتِى أَوْ زَوِّجْنِى
أُخْتَكَ وَأُزَوِّجُكَ أُخْتِى.
"Imam Muslim –semoga Allah SWT.
Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi
Syaibah, menceritakan kepada kami Ibnu Numair dan Abu Usamah, dari Ubaidillah,
dari Abu Zinad, dari al-A`raj, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW
melarang perbuatan Syigar." Ibnu Numair menambahkan bahwa yang
dimaksud dengan Syigar yaitu seorang laki-laki berkata kepada seorang
laki-laki yang lain,"Nikahkanlah aku dengan anakmu, maka aku akan
menikahkanmu pula dengan anakku." Atau dengan kata lain,"Nikahkanlah
aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu pula dengan saudara
perempuanku." (Shahih Muslim)
Komentar Ana:
Islam adalah agama yang datang
untuk mengubah berbagai persepsi dan perlakuan yang sangat tidak adil terhadap
perempuan. Islam datang untuk melakukan pemberdayaan terhadap potensi kebaikan laki-laki
dan perempuan dengan keadilan yang tidak keluar dari kodratnya masing-masing.
Sehingga tidak ada diskriminasi status kemanusiaan dan potensi keduanya. Di
sinilah pentingnya tarbiyah dalam bentuknya liqo dan halaqoh untuk kaum
perempuan, sehingga mereka memahami dan mendapatkan kesetaraan dalam harkat
kemanusiaan dan potensi kebaikan yang tentunya masih dalam koridor tata aturan
islam yang mulia.
Oleh karena itu, kepada para kader dakwah
ikhwan ataupun akhawat, silahkan antum baca dan khatamkan buku "Keakhawatan
1-4" yang telah disusun oleh Ust.Cahyadi Takariawan dan teamnya, agar
pemahaman mengenai perempuan dan keislaman dalam bingkai tarbiyah dapat
difahami dengan baik
7.
Menjaga Syarat-syarat yang Disepakati Sebelum Pernikahan
3537
- حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا
هُشَيْمٌ ح وَحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ
بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الأَحْمَرُ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى - وَهُوَ الْقَطَّانُ - عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ
بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِى حَبِيبٍ عَنْ مَرْثَدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الْيَزَنِىِّ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « إِنَّ أَحَقَّ الشَّرْطِ أَنْ يُوفَى بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ
». هَذَا لَفْظُ حَدِيثِ أَبِى بَكْرٍ وَابْنِ الْمُثَنَّى. غَيْرَ أَنَّ ابْنَ الْمُثَنَّى
قَالَ « الشُّرُوطِ ».
"Imam
Muslim –semoga Allah SWT. Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada
kami Yahya bin Ayub, menceritakan kepada kami Husyaim. Imam Muslim berkata
pula,"Menceritakan kepada kami pula Ibnu Numair, menceritakan kepada kami
Waki`. Imam Muslim berkata lagi,"Menceritakan kepada kami juga Abu Bakar
bin Abi Syaibah, menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar. Imam Muslim
berkata lagi,"Menceritakan kepada kami pula Muhammad bin al-Mutsanna,
menceritakan kepada kami Yahya –yaitu al-Qatthan-, dari Abdul Hamid bin Ja`far,
dari Yazid bin Abi Habib, dari Martsad bin Abdullah al-Yazaniy, dari Uqbah bin
Amir, ia berkata, Rasulullah SAW. Bersabda,"Sesungguhnya sebenar-benar
syarat yang harus dijaga oleh seseorang ialah syarat yang dengannya dihalalkan
atas kalian kehormatan seseorang (syarat yang diajukan oleh istri sebelum
pernikahan)." (Shahih Muslim)
Syarah
Hadits:
Imam
Ibnu Batthal –semoga Allah SWT, merahmati beliau- berkata dalam kitabnya Kitab
Syarah Shahih al-Bukhari bahwa para ulama berselisih pendapat mengenai
kebolehan seorang perempuan mengajukan syarat kepada calon suaminya untuk tidak
membawanya pergi dari kampung halamannya, tidak menikahi wanita lainnya, tidak
menyembunyikan sesuatu pun darinya, dari hal-hal yang biasanya menjadi syarat
yang diajukan oleh seorang calon istri.
Imam
Abdurrazaq dan Ibnu Musayyab menyebutkan sebuah riwayat bahwa pada masa Umar
bin Khattab seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang wanita tersebut
mensyaratkan agar ia tidak dibawa pergi oleh suaminya dari kampung halamannya.
Umar berkata,"(Hak) bagi perempuan itu syarat yang ia ajukan". Maksudnya
yaitu calon suaminya harus memenuhi syarat tersebut jika ia menikahi wanita
tersebut.
Komentar
Ana:
Dalam masalah pengajuan syarat dari seorang akhawat untuk
tidak dibawa pergi dari kampung halamannya, tidak menikahi wanita selainnya,
dan lain sebagainya, para ulama terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
Pertama,
kalangan yang membolehkan ajuan syaratnya, yaitu: Imam Thawus, Jabir bin Zaid,
Imam al-`Auza`i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.
Kedua,
kalangan yang menganggap syarat seperti ini tidak lazim dan tidak
diperbolehkan, yaitu: Imam Ibnu Wahab, Imam Atha', Imam as-Sya`bi, Sa`id bin
al-Musayyab, Imam Hasan al-Bashri, Imam an-Nakha`I, Imam Ibnu Sirrin, Rabi`ah,
Abu Zinad, Qatadah, al-Zuhri, Imam Malik, Imam Laits, Imam Sufyan al-Tsauri,
Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi'I.
Ana sendiri memilih pendapat pertama, sebagai pendapat
yang tawasuth (moderat). Hal ini karena salah satu landasan ideologis
dalam menghadapi perselisihan pendapat di kalangan ulama yang merupakan manhaj
dakwah ini adalah sikap bertahap, seimbang dan proporsional (at-Tadarruj wa
at-Tawazun), yang tentunya dengan tetap memperhatikan skala prioritas
terhadap perlindungan hak kemanusiaan seorang perempuan dalam kebaikan (al-Aulawiyat
wa al-Ashlah).
8.
Tidak boleh menikahkan seorang
perempuan dengan paksa
3538
- حَدَّثَنِى عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ
بْنِ مَيْسَرَةَ الْقَوَارِيرِىُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا هِشَامٌ
عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِى كَثِيرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى
تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا قَالَ « أَنْ تَسْكُتَ ».
"Imam
Muslim –semoga Allah SWT. Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepadaku
Ubaidulah bin Umar bin Maisarah al-Qawaririy, menceritakan kepada kami Khalid
bin al-Harits, menceritakan kepada kami Hisyam, dari Yahya bin Abi Katsir,
menceritakan kepada kami Abu Salamah, menceritakan kepada kami Abu Hurairah,
bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda,"Janganlah menikahkan seorang
janda hingga ia dimintai persetujuan, dan janganlah menikahkan seorang gadis
hingga ia memberi izin."Para Sahabat menjawab,"Ya Rasulullah!
Bagaimanakah bentuk izinnya (dari seorang gadis)? Rasulullah SAW.
Bersabda,"Izinnya adalah dengan diamnya." (Shahih Muslim)
Komentar ana:
Di
Negara kita ini, masih sering ditemukan adanya pemaksaan kehendak dari orang
tua ketika menikahkan anaknya. Perlu diketahui bahwa berdasarkan hadits ini,
menikahkan anak secara paksa adalah perbuatan yang melanggar larangan
Rasulullah SAW. Meskipun demikian, faktor utama yang menyebabkan orang tua
memaksa anaknya untuk menikah juga terkadang tidak sesuai dengan sunnah
Rasulullah SAW. Di antara faktor-faktor paksaan penikahan yang terlarang dalam
agama adalah memaksa anak untuk menikah dengan seseorang karena harta,
kedudukan, serta hal duniawi lainnya. Wallahu A`lam
9.
Bulan yang paling baik
untuk pernikahan adalah Syawal
3548 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ - وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ - قَالاَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ عُرْوَةَ
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَوَّالٍ
وَبَنَى بِى فِى شَوَّالٍ فَأَىُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ
أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّى. قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا
فِى شَوَّالٍ.
"Imam Muslim –semoga Allah SWT.
Merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi
Syaibah dan Zuhair bin Harb –susunan lafaz ini adalah milik Zuhair-, keduanya
berkata, menceritakan kepada kami Waki`, menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Ismail bin Umayyah, dari Abdullah bin Urwah, dari Urwah, dari Aisyah, ia
berkata,"Rasulullah SAW, menikahiku di bulan Syawal, dan mulai tinggal
bersamaku pada bulan Syawal pula, istri Rasulullah SAW. Yang manakah
seberuntung diriku? Urwah berkata,"Aisyah biasa mulai mempekerjakan hamba
sahayanya pula pada bulan Syawal."
(Shahih Muslim)
Komentar
Ana:
Berkahnya
bulan Syawal untuk pernikahan menurut sunnah Nabi SAW, adalah sesuatu yang
masih belum banyak diketahui oleh sebagian besar keluarga dan masyarakat kita.
Mereka masih terbiasa menggunakan ramalan-ramalan yang bersumber dari tradisi
jahiliyah yang umumnya berpatokan pada tokoh-tokoh adat daerah setempat. Untuk
itu, hal ini menjadi tugas kita semua untuk menyampaikannya.
10.Disunnahkan melihat perempuan yang akan dinikahi
3550
- حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَأَخْبَرَهُ أَنَّهُ
تَزَوَّجَ امْرَأَةً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ». قَالَ لاَ. قَالَ « فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا
فَإِنَّ فِى أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئًا ».
"Imam
Muslim –semoga Allah SWT, merahmati beliau- berkata,"Menceritakan kepada
kami Ibnu Abi Umar, menceritakan kepada kami Sufyan, dari Yazid bin Kaisan,
dari Abi Hazm, dari Abu Hurairah, ia berkata,"Suatu ketika aku berada di
sisi Rasulullah SAW, tatkala seorang laki-laki datang kepada beliau dan
mengabarkan bahwa ia akan menikahi seorang wanita dari kaum Anshar. Maka
Rasulullah SAW, bersabda kepadanya,"Apakah Engkau telah melihatnya?"
Ia menjawab,"Belum." Rasulullah SAW, bersabda,"Pergilah dan
lihatlah ia, karena pada mata orang-orang Anshar itu terdapat sesuatu." (Shahih
Muslim)
Syarah
Hadits:
Imam al-Baghawi –semoga Allah SWT, merahmati beliau-
berkata dalam kitabnya Kitab Syarh al-Sunnah bahwa para ulama
berpendapat jika seorang laki-laki ingin menikahi seorang wanita, maka menjadi
hak baginya untuk melihat wanita tersebut, baik perempuan tersebut
mengizinkannya ataupun tidak. Pendapat inilah yang menjadi pegangan Imam Sufyan
al-Tsauri, Imam Syafi'I, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq –semoga Allah SWT,
merahmati mereka semuanya-.
Akan tetapi, bagian yang dilihat dari wanita tersebut
hanyalah wajah dan kedua belah telapak tangannya, serta tidak diperbolehkan
pula memandangnya dengan syahwat, dan tidak pula melihat sesuatu pun dari
auratnya.
Imam al-Auza`I
–semoga Allah SWT, merahmati beliau- berpendapat bahwa yang boleh dilihat
hanyalah wajahnya saja. Sementara Imam Malik –semoga Allah SWT, merahmati
beliau- mengatakan bahwa tidak boleh memandangnya kecuali dengan izinnya.
Bersambung….
Menuju
Rumah Tangga Islami Bag.2
Bolano (Sulawesi Tengah), 20
November 2013 Pkl.21.59 WITA
Khadim Al-Qur'an wa As-Sunnah
Aswin Ahdir Bolano
*Fb: Aswin Ahdir Bolano
Twitter: @AswinAhdirBolano
*Referensi
ü Shahih Muslim
ü Ihkam al-Ahkam Syarh `Umdah
al-Ahkam karya Ibnu Daqiq al-Ied
ü Ikmal al-Mu`allim karya al-Qadhi
Iyadh
ü al-Dibaj `Ala Muslim karya Imam
al-Suyuti
ü Syarah Shahih Muslim karya Imam
an-Nawawi
ü Syarah
Shahih al-Bukhari karya Imam Ibnu Batthal
ü Kitab
Syarh al-Sunnah karya Imam al-Baghawi
Posting Komentar untuk "Menuju Rumah Tangga Islami Bag.1"