Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadis Tentang Iman, Islam, Ihsan, dan Tanda Kiamat | Shahih Muslim

 

1. Kitab Iman

(1) Bab Penjelasan Iman, Islam, dan Ihsan,

serta Wajibnya beriman kepada ketetapan qadar dari Allah swt.

Hadis Tentang Iman, Islam, Ihsan, dan Tanda Kiamat | Shahih Muslim


Hadits ke-1

1. Dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata: Orang yang pertama kali berbicara tentang qadar (tidak percaya adanya qadar) di daerah Basrah adalah Ma’bad al-Juhani. Maka aku bersama Humaid bin Abdurrahman al-Himyari berangkat menunaikan haji atau umrah. Kami berkata : Jika seandainya kita bertemu dengan salah seorang sahabat Nabi saw., maka kita akan bertanya kepadanya tentang apa yang mereka katakan (di Basrah) tentang qadar.

            Maka kami pun bertemu dengan Abdullah bin Umar sedang memasuki mesjid. Maka aku dan sahabatku menghampirinya, seorang dari kami berada di sisi kanannya, sedangkan yang lain berada di sisi kirinya. Aku menduga bahwa temanku mewakilkan kepadaku untuk bertanya. Aku berkata: Abu Abdurrahman ! Sesungguhnya pada suku kami terdapat orang-orang yang membaca AlQuran dan mengumpulkan ilmu –Ia pun menjelaskan perihal mereka- mereka beranggapan bahwa qadar itu tidak ada, dan sesungguhnya setiap hal itu tidak ditentukan dengan qadar.

            Abdullah bin Umar berkata : Jika engkau bertemu mereka sampaikanlah kepada mereka bahwa aku berpaling dari mereka, dan mereka telah berpaling dariku. Demi Dzat yang dengan-Nya Abdullah bin Umar bersumpah! Seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu menginfaqkannya, niscaya Allah swt. tidak akan menerimanya hingga ia beriman kepada qadar.

            Kemudian Abdullah bin Umar berkata: Ayahku Umar bin al-Khattab menceritakan kepadaku, ia berkata : Suatu hari kami berada di sisi Rasulullah saw. kemudian datanglah seorang laki-laki kepada kami dengan pakaiannya yang sangat putih, dan rambutnya yang sangat hitam, tidak terlihat padanya bahwa ia telah melakukan perjalanan yang jauh, dan tidak seorang pun di antara kami mengenalnya, hingga ia duduk di dekat Nabi saw., ia mendekatkan lututnay dengan lutut Nabi saw., dan meletakkan tangannya pada kedua pahanya sendiri.

            Laki-laki itu berkata: Hai Muhammad! sampaikanlah kepadaku apa itu islam ? Rasulullah saw., menjawab: Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan berhaji ke baitullah jika engkau mampu. Laki-laki itu berkata: engkau benar. Umar bin Khattab berkata : kami pun kagum kepadanya, ia bertanya sesuatu, tapi kemudian ia membenarkannya.

            Laki-laki itu bertanya lagi : sampaikanlah kepadaku apa itu iman ? Nabi saw., menjawab: Engkau beriman kepada Allah, malikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar yang baik ataupun yang buruknya. Laki-laki itu berkata: engkau benar.

            Ia pun bertanya lagi : sampaikanlah kepadaku apa itu ihsan? Nabi saw. menjawab: Engkau menyembah Allah swt. seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah swt. melihatmu.

            Ia bertanya lagi: Sampaikanlah kepadaku tentang waktu terjadinya hari kiamat! Nabi saw. menjawab: orang yang engkau tanyai tidak lebih tahu dari pada orang yang bertanya. Laki-laki itu berkata: sampaikan kepadaku tanda-tandanya! Nabi saw. menjawab: seorang budak akan melahirkan tuannya, engkau juga akan melihat orang-orang yang berjalan tanpa alas kaki lagi telanjang, miskin, penggembala ternak, dan mereka saling berlomba meninggikan bangunan. Kemudian laki-laki tersebut pergi, dan aku pun pergi untuk beberapa waktu. Ketika bertemu kembali denganku, Nabi saw. bertanya kepadaku: Hai Umar ? tahukah engkau siapa yang bertanya itu ? Umar menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu. Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya ia adalah Jibril, Ia datang kepada kalian, untuk mengajarkan agama kepada kalian. (Shahih Muslim, no.1)

 

 Sanad Hadits :

1) Imam Muslim> Abu Khaitsamah (Zuhair bin Harb)> Waki’> Kahmas> Abdullah bin Buraidah> Yahya bin Ya’mar> Abdullah bin Umar > Umar bin Khattab > Nabi saw.

2) Imam Muslim> Ubaidullah bin Mu’adz al-anbari> ayahnya (Mu’adz al-anbari)> Kahmas> Ibnu Buraidah> Yahya bin Ya’mar> Ibnu Umar> Umar> Nabi saw.

3) Imam Muslim> Muhammad bin Ubaid al-Ghubari > Hammad bin Zaid> Mathar al-Warraq> Ibnu Buraidah> Yahya bin Ya’mar> Ibnu Umar> Umar> Nabbi saw.

4) Imam Muslim> Abu Kamil al-Jahdari> Hammad bin Zaid> Mathar al-Warraq> Ibnu Buraidah> Yahya bin Ya’mar> Ibnu Umar> Umar> Nabbi saw.

5) Imam Muslim> Ahmad bin Abdah> Hammad bin Zaid> Mathar al-Warraq> Ibnu Buraidah> Yahya bin Ya’mar> Ibnu Umar> Umar> Nabbi saw.

6) Imam Muslim> Muhammad bin Hatim> Yahya bin Sa’id al-Qatthan> Utsman bin Ghiyats> Ibnu Buraidah> Yahya bin Ya’mar & Humaid bin Abdurrahman> Ibnu Umar> Umar> Nabi saw.

7) Imam Muslim> Hajjaj bin Sya’ir> Yunus bin Muhammad> al-Mu’tamir> Ayah al-Mu’tamir> Yahya bin Ya’mar> Ibnu Umar> Umar> Nabi saw.

8) Imam Muslim> Abu Bakar bin Abi Syaibah & Zuhair bin Harb> Ibnu ‘Ulaiyyah> Abu Hayyan> Abu Zur’ah> Abu Hurairah> Nabi saw.  

 

Hikmah dalam hadits ini :

1. Hikmah pertama yang bisa kita petik dari hadits ini adalah besarnya semangat dan kecintaan para tabi’in (generasi setelah sahabat) terhadap ilmu keagamaan, khususnya hadits-hadits Nabi saw. Hal ini bisa kita lihat pada perjalanan dari Basrah ke Mekah yang dilakukan oleh dua tabi’in di atas hanya untuk bertanya dan bertemu salah seorang sahabat Nabi saw. mengenai masalah qadar, meskipun dalam perjalanan itu mereka juga berniat untuk melaksanakan ibadah haji.

 

2. Di antara metode pengajaran sunnah yang dilakukan oleh Nabi saw. dan juga Jibril kepada para sahabat Nabi saw. tentang agama adalah dengan melakukan dialog yang disimak oleh para sahabat. Hal ini merupakan inovasi metode pengajaran yang pertama kali dilakukan oleh Nabi saw. untuk menghindari kejenuhan para sahabatnya, dan juga untuk lebih menguatkan ingatan para sahabat terhadap materi-materi yang disampaikan di dalamnya. Sebab, materi-materi ringkas yang ada dalam dialog itu adalah materi dasar utama keislaman dan keimanan, serta tingkat teratas penghambaan dalam ihsan, dan juga tanda-tanda akan terjadinya hari akhir.

 

3. Dalam melakukan dakwah, materi yang terkandung dalam hadits ini adalah materi pertama dan utama yang harus disampaikan oleh seorang dai kepada objek dakwahnya. yaitu tentang pembahasan rukun islam, rukun iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Di samping itu, perlu ditekankan kepada umat ini, bahwa tidak seorang pun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat, bahkan nabi saw. dan Jibril pun tidak mengetahui waktunya.

 

4. Dalam hadits ini Rasulullah saw. menjelaskan bahwa islam itu adalah bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan ramadhan, dan mengerjakan haji ke baitullah jika memiliki kemampuan dari segi biaya untuk melaksanakannya.

            Di antara hikmah dalam penjelasan Nabi saw. ini adalah bahwa ketika memberikan materi dakwah diperlukan pentahapan materi dakwah yang diberikan, agar tidak terkesan berat bagi para binaan dan objek dakwah yang akan melaksanakannya di awal mereka mengenal islam. Hal ini perlu pula disadari oleh para dai, agar mereka tidak tergesa-gesa memaparkan berbagai kewajiban agama kepada objek dakwah yang baru saja memulai perjalanan hidupnya dalam hijrah perbaikan diri. Cukuplah materi penguatan aqidah dan tauhid yang termuat dalam rukun iman, wajibnya mengakui nabi saw. dan meneladaninya sebagai materi pembuka, yang kemudian dirangkai dengan penanaman wajibnya berzakat, puasa ramadhan, dan haji, serta semua makna dan konsekuensi hikmah dari rukun islam.  

 

5. Cacatnya pemahaman seorang muslim pada salah satu pokok aqidah akan membuat semua ibadah yang dilakukannya tidak diterima oleh Allah swt. Inilah maksud sebenarnya dari pernyataan Ibnu Umar di atas :

“Seandainya salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu menginfaqkannya, niscaya Allah swt. tidak akan menerimanya hingga ia beriman kepada qadar”.

6. Kunci dari luasnya ilmu dan pemahaman keislaman adalah dengan banyak membaca dan bertanya kepada tokoh-tokoh yang kapasitas keilmuannya terpercaya, meskipun harus menempuh perjalanan dengan jarak yang cukup jauh, dengan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Inilah tantangan untuk memperoleh ilmu keislaman di masa tabi’in yang berhasil mereka hadapi, meskipun dengan menanggung berbagai penderitaan akibat terbatasnya fasilitas kendaraan pada masa itu, namun mereka mampu menjadi pewaris ilmu yang dimiliki oleh para sahabat Nabi saw.

            Jika dibandingkan dengan kondisi kemajuan zaman pada saat ini, dimana akses terhadap berbagai kitab, perpustakaan, dan fasilitas berkendara menjadi sangat mudah, seharusnya generasi islam saat ini mampu menjadi generasi yang lebih luas pengetahuan dan wawasan keislamannya dari generasi terhadulu. Tetapi di sinilah letak perbedaannya, generasi terbaik dari umat ini –Sahabat Nabi saw., tabi’in, tabi’ut tabi’in- memiliki cinta dan kekokohan iman, serta perhatian yang sangat besar terhadap ilmu keislaman. Sedangkan generasi islam saat ini, mereka lebih disibukkan dengan berbagai cabang keilmuan yang lain, serta fasilitas untuk berfoyafoya dan hura-hura, yang jauh dari kata cinta dan kesungguhan terhadap masalah-masalah ilmu keislaman.

           

 

Posting Komentar untuk "Hadis Tentang Iman, Islam, Ihsan, dan Tanda Kiamat | Shahih Muslim "

Buku sejarah 25 Nabi Balita