Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Biografi Imam as Suyuthi, Penulis Tafsir Jalalain

Beliau adalah Imam, kebanggaan para ulama belakangan, panutan para pembesar agama, pamungkas para huffazh (penghafal hadis). Namanya adalah Abul Fadhl Abdurrahman bin Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiqiddin bin Al-Fakhr Utsman bin Nadhiriddin Muhammad bin Saifiddin Khidhir bin Najmiddin Abus Shalah Ayyub bin Nashiriddin Muhammad bin Asy-Syaikh Hammamuddin Al-Hammam Al-Khudhiri Al-Asyuthi.

Biografi Imam as Suyuthi, Penulis Tafsir Jalalain



Kakek buyutnya, Hammamuddin, adalah salah satu ahli hakikat dan guru-guru tasawuf. Mengenai nama belakangnya, Al-Khudhiri, Beliau sendiri tidak tahu apa-apa selain bahwa itu mengacu pada Al-Khudhriyah, sebuah distrik di Baghdad.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahunya bahwa ia pernah mendengar ayahnya—semoga Allah merahmatinya—menyebut bahwa kakek buyutnya adalah orang asing atau dari Timur, jadi kemungkinan nama itu merujuk pada distrik tersebut.

Beliau lahir setelah maghrib pada malam Ahad, awal bulan Rajab tahun 849 H. Ayahnya meninggal ketika dia berusia lima tahun tujuh bulan. Pada saat itu, dia telah sampai pada bacaan Surah At-Tahrim.

Pengasuhannya kemudian diambil alih oleh ulama terkemuka, Kamaluddin bin Al-Hammam Al-Hanafi, penulis kitab Fathul Qadir. Dia telah mengkhatamkan Al-Qur'an sebelum berusia delapan tahun, sebagaimana yang dia sebutkan sendiri.

Setelah itu, Beliau menghafal kitab Umdatul Ahkam, al Minhaj karya An-Nawawi, Al-Baidhawi, dan Alfiyah karya Ibnu Malik. Dia membacakan tiga kitab terakhir di hadapan para guru besar Islam, yaitu Al-Allamah Al-Bulqini, Asy-Syarif Al-Manawi,  Al-Izz Al-Hanbali, Syekh Asy-Syuyukh Al-Aqsharai, dan lainnya, dan mereka memberinya ijazah (izin untuk meriwayatkan).

Beliau menghadiri majelis Al-Jalal Al-Mahalli selama setahun penuh, dua hari dalam sepekan, dan menghadiri majelis Zainuddin Ridwan Al-Uqbi. Dia memulai menekuni ilmu pada awal Rabi'ul Awwal tahun 864 H, dari kitab Al-Kawakib As-Sairah dan Husnul Muhadharah.

Kemudian, dia mengambil ilmu fikih dan nahwu dari sekelompok guru, di antaranya: Syekh Syamsuddin Muhammad bin Musa As-Sabbara'i. Dia membaca kitab Shahih Muslim kecuali sedikit bagian, Asy-Syifa, dan Alfiyah Ibnu Malik secara lisan di hadapannya.

Sebelum selesai membacanya, dia telah menulis karya, dan Syekh As-Sabbara'i memberinya ijazah dalam ilmu bahasa Arab. Dia kemudian membaca sebagian dari kitab At-Tashil dan mendengar banyak riwayat dari anak penulisnya, serta kitab At-Taudhih dan Syarh Asy-Syudur, dan dalam kitab Al-Mughni dalam bidang Ushul.

Beliau juga belajar Fikih Hanafi, dan Syarah Al-Aqa’id karya At-Taftazani. Dia juga belajar kepada Syekh Imam yang saleh, Syamsuddin Muhammad bin Asy-Syekh Sa'duddin bin Sa'd bin Khalil Al-Marzubani Al-Hanafi. Di hadapannya, ia membaca Al-Kafiyah karya Ibnul Hajib dan syarahnya yang ditulis oleh pengarangnya sendiri.

Ia juga membaca Muqaddimah Isagoge dalam ilmu mantik dan syarahnya karya Al-Kafi, serta sebagian dari kitab Sibawaih secara lisan. Selain itu, ia juga mendengarkan darinya kitab Al-Mutawassit, Asy-Syafiyah dan syarahnya karya Al-Jarbaradi, serta Alfiyah Al-Iraqi. Dia terus menemaninya hingga Syekh tersebut wafat pada tahun 867 H.

Dia mengambil ilmu fara'id (ilmu waris) dan hisab (matematika) dari Al-Allamah Fardhi di zamannya, yaitu Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali Asy-Syarmisahi, yang konon telah mencapai hadis dengan sanad yang tinggi dan usianya lebih dari seratus tahun. Dia membaca syarahnya terhadap kitab Al-Majmu' di hadapannya.

Al-Allamah As-Suyuthi diizinkan untuk mengajar bahasa Arab pada awal tahun 866 H (yaitu pada usia lima belas tahun). Karya pertamanya yang dia tulis adalah syarah (penjelasan) tentang istiadzah (memohon perlindungan) dan basmalah (mengucapkan Bismillah). Syekh Al-Islam Alamuddin Shalih Al-Bulqini melihatnya dan menulis pujian untuknya.

Kemudian, ia mengikuti pelajaran fikih Syekh tersebut dari bulan Syawwal tahun 865 H hingga ia wafat. Setelah itu, ia terus mengikuti pelajaran putranya, lalu dia membaca dari awal kitab At-Tadrib karya ayahnya, As-Siraj Al-Bulqini, sampai bab wakalah.

Dia juga mendengarkan dari awal kitab Al-Hawil As-Shaghir hingga bab Al-Adad, dari awal Al-Minhaj hingga bab zakat, dari awal At-Tanbih hingga mendekati bab zakat, dan sebagian dari kitab Ar-Raudhah dari bab pengadilan, sebagian dari Takmilah Syarh Al-Minhaj karya Az-Zarkasyi, dan dari Ihya' Al-Mawat hingga bab wasiat atau sejenisnya.

Putra Imam al Bulqini memberinya ijazah untuk mengajar dan berfatwa pada tahun 876 H dan menghadiri pelantikan dirinya.

Ketika putranya wafat pada tahun 878 H, dia terus belajar kepada Syekh Al-Islam Syarafuddin Al-Manawi. Di hadapannya, dia membaca sebagian dari kitab Al-Minhaj, dan mendengarkannya dalam beberapa majelis khusus. Dia juga mendengarkan pelajaran dari Syarh Al-Bahjah karya Al-Iraqi dan Hasyiyah-nya, dari taqsim (pembagian) kitab Al-Baidhawi dan lain-lain, dan terus menemaninya hingga ia wafat.

Dalam ilmu hadis dan bahasa Arab, ia terus belajar kepada Syekh Imam Al-Allamah Taqiyuddin Asy-Syumuni. Dia rutin bersamanya selama empat tahun, dari bulan Syawwal tahun 868 H. Dia mendengarkan darinya kitab Al-Mutawwal, At-Taudhih, Al-Mughni, serta Hasyiyah-nya, dan Syarh Al-Maqashid karya At-Taftazani.

Dia juga banyak membaca hadis darinya, serta ilmu-ilmu hadis seperti syarahnya terhadap bait-bait An-Nukhbah karya ayahnya. Syekh Asy-Syumuni juga menuliskan pujian untuk syarahnya terhadap Alfiyah Ibnu Malik dan kitab Jam'ul Jawami' dalam bahasa Arab yang ia karang.

Seseorang selain Asy-Syumuni pernah bersaksi tentang keunggulan As-Suyuthi dalam ilmu, baik secara lisan maupun tulisan, dan ia kembali kepada pendapatnya sendiri secara terpisah dalam sebuah hadis.

As-Suyuthi, menemani gurunya, Al-Allamah Muhyiddin Muhammad bin Sulaim Al-Kafiji, selama empat belas tahun. Sang guru menuliskan ijazah yang agung untuknya setelah ia membaca syarah (penjelasan) Al-Qawa'id karyanya dan beberapa ringkasannya.

Ia juga mendengarkan darinya kitab Al-Kasysyaf beserta catatan kakinya, Al-Mughni, Taudhih Shadr Asy-Syariah, At-Talwih karya At-Taftazani, Tafsir Al-Baidhawi, dan berbagai ilmu tafsir, ushul (dasar-dasar), bahasa Arab, ma'ani (retorika), dan lainnya.

Dia juga menghadiri beberapa pelajaran di hadapan Syekh Al-Allamah, Muhaqqiq (peneliti) di negeri Mesir, Saifuddin Al-Hanafi, dalam kitab Al-Kasysyaf, At-Taudhih dan catatan kakinya, Talkhisul Miftah dan Al-Adhud.

Dia membaca sebagian dari kitab Jam'ul Jawami' karya Ibn As-Subki dan sebagian dari Nazhm Mukhtashar Ibnu Hajib beserta syarahnya, yang keduanya merupakan karyanya sendiri, di hadapan Qadhi al-Qudhat (Hakim Agung) Al-Izz Ahmad bin Ibrahim Al-Kattani.

Dia juga belajar tentang bab jual beli dari Syekh Majduddin Isma'il bin As-Siba' dan Syekh Izzuddin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Miqati.

Dalam bidang kedokteran, ia belajar kepada Muhammad bin Ibrahim Al-Waddani, yang datang kepada mereka di Kairo dari Romawi.

Dia menghadiri banyak pelajaran di hadapan Syekh Nashruddin bin Abi Bakr bin Syadi Al-Haskafi.

Di hadapan Syekh Syamsuddin Al-Babi, ia membaca pelajaran dari kitab Al-Minhaj, mulai dari kitab tentang pajak tanah (kharaj) hingga bab jizyah, dan juga sebagian dari Al-Bahjah.

Dia mulai menulis karya pada tahun 866 H. Jumlah karyanya telah mencapai tiga ratus kitab saat ia menyusun kitab Husnul Muhadharah. Karya-karyanya menjadi terkenal, dan ia melakukan perjalanan ke negeri Syam, Hijaz, Yaman, India, Maghrib, dan Takrur.

As-Suyuthi mulai memberikan fatwa pada awal tahun 871 H dan mengadakan majelis imla' (pendiktean) hadis pada awal tahun 872 H.

Dia dikaruniai keahlian mendalam dalam tujuh ilmu, yaitu: Tafsir, Hadis, Fikih, Nahwu, Ma'ani, Bayan, dan Badi'. Ini semua berdasarkan metode orang Arab dan ahli balaghah, bukan metode orang non-Arab dan ahli filsafat.

Di bawah tujuh ilmu tersebut, tingkat pengetahuannya dalam ilmu-ilmu ini adalah: Ushul Fiqih (dasar-dasar fikih), Jadal (dialektika), dan Tashrif (morfologi). Di bawahnya lagi adalah Insya' (komposisi), Tarassul (epistolari), dan Fara'idh (ilmu waris). Di bawahnya lagi adalah Qira'at (ilmu bacaan Al-Qur'an), dan yang terakhir adalah Thib (kedokteran).

Salah satu pernyataan As-Suyuthi tentang dirinya sendiri adalah:

"Puji syukur kepada Allah Ta'ala, sekarang saya telah memiliki semua sarana untuk berijtihad. Saya mengatakan ini sebagai bentuk penceritaan nikmat Allah, bukan karena kesombongan...

Jika saya ingin menulis karya tentang setiap masalah fikih beserta pendapat, dalil-dalil naqli dan qiyasi, alasan-alasan, koreksi, jawaban, serta perbandingan antara berbagai mazhab, saya pasti bisa melakukannya berkat karunia Allah, bukan karena kekuatan dan daya saya. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah."

Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan menulis dan menyusun karyanya adalah salah satu tanda kebesaran Allah Ta'ala. Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan muridnya, Asy-Syams Ad-Dawudi, yang berkata:

"Saya menyaksikan Syekh (As-Suyuthi) menulis tiga lembar kertas dalam satu hari, baik itu menyusun maupun menyunting."

Selain itu, ia juga mendiktekan hadis dan memberikan jawaban yang bagus terhadap hadis-hadis yang tampak bertentangan. Dia adalah orang yang paling berilmu di zamannya dalam ilmu hadis, berbagai cabangnya, perawi, hadis gharib, dan dalam menyimpulkan hukum darinya.

Dalam Tsabat Syihab Ahmad bin Qasim Al-Buni, disebutkan bahwa As-Suyuthi memiliki keinginan untuk mengumpulkan semua hadis dalam satu kitab. Ia berhasil mengumpulkan delapan puluh ribu hadis dalam kitabnya, Al-Jami' Al-Kabir, namun Allah tidak menghendaki terkumpulnya seluruh hadis dalam satu kitab. (Kutipan dari Fihris Al-Faharis)

Guru-gurunya dalam riwayat (hadis), baik melalui sanad pendengaran maupun ijazah, sangat banyak. Dia mencatat mereka dalam Al-Mu'jam yang ia susun, dan jumlah mereka sekitar seratus lima puluh orang. Ia berkata, "Saya tidak terlalu banyak mendengarkan riwayat karena kesibukan saya dengan hal yang lebih penting, yaitu membaca dirayah (pemahaman)."

Di antara orang-orang yang memberikan ijazah kepadanya adalah Al-Hafizh Ibnu Hajar. Ayahnya membawa As-Suyuthi yang masih kecil ke majelis Ibnu Hajar sebelum Ibnu Hajar wafat. As-Suyuthi berkata tentang dirinya sendiri dalam Thabaqat Al-Huffazh:

"Saya memiliki ijazah umum darinya, dan saya tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa saya juga memiliki ijazah khusus darinya, karena ayah saya sering bertemu dengannya dan menggantikannya dalam urusan hukum.

Meskipun saya tidak sempat menghadiri majelisnya, beruntung mendengarkan ucapannya, dan mengambil ilmu darinya, saya telah banyak mengambil manfaat dari karyanya dalam bidang ini dan mendapatkan banyak faedah darinya."

Suatu kali, ia mengutip Ibnu Hajar dalam Bughyatul Wu'ah, dan ia menyebutnya sebagai "Syekh Syekh kita, Al-Hafizh Ibnu Hajar".

Dalam Husnul Muhadharah, ia menyebutkan bahwa ketika menunaikan haji, ia meminum air zamzam dengan beberapa niat, di antaranya adalah agar mencapai tingkatan Syekh Sirajuddin Al-Bulqini dalam fikih dan mencapai tingkatan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam hadis.

Ibnu Hajar juga melakukan hal serupa, ia meminum air zamzam dengan niat agar bisa seperti Al-Hafizh Adz-Dzahabi, dan Allah mengabulkan harapan mereka berdua.

Disebutkan bahwa Al-Allamah As-Suyuthi mengambil ilmu dari enam ratus syekh, seperti yang disebutkan oleh muridnya, Asy-Sya'rani, dalam kitab Thabaqat-nya yang ringkas. Padahal dalam biografi As-Suyuthi sendiri di kitab Husnul Muhadharah, disebutkan bahwa guru-gurunya berjumlah sekitar seratus lima puluh orang.

Jumlah ini juga disebutkan oleh muridnya, Al-Hafizh Ad-Dawudi, dalam biografinya. Ia menyusun nama-nama mereka berdasarkan urutan huruf abjad dan sejenisnya, seperti yang terdapat dalam kitab Syadzarat Adz-Dzahab fi Akhbar Man Dzahab karya Ibnu al-Imad.

Namun, Asy-Sya'rani—setelah menyebutkan jumlah mereka—mengatakan bahwa ia telah menyusun nama-nama mereka dalam sebuah urjuzah (puisi berirama rajaz). Ia berkata, "Mereka terdiri dari empat tingkatan:

1.      Tingkatan pertama, yaitu mereka yang meriwayatkan dari murid-murid Al-Fakhr Ibnu Al-Bukhari, Asy-Syarif Ad-Dimyathi, wazirnya, Al-Hajjar, Sulaiman bin Hamzah, Abu Nashr bin Asy-Syirazi, dan yang selevel dengan mereka.

2.      Tingkatan kedua, yaitu mereka yang meriwayatkan dari As-Siraj Al-Bulqini, Al-Hafizh Abu Al-Fadhl Al-Iraqi, dan yang selevel dengan mereka. Tingkatan ini lebih rendah dari tingkatan sebelumnya.

3.      Tingkatan ketiga, yaitu mereka yang meriwayatkan dari Asy-Syaraf Ibnu Al-Kuwaik dan yang selevel dengannya. Tingkatan ini lebih rendah dari tingkatan kedua.

4.      Tingkatan keempat, yaitu mereka yang meriwayatkan dari Abu Zur'ah bin Az-Zain Al-Iraqi, Ibnul Jazari, dan yang selevel dengannya.

Dia beruntung bisa mengambil ilmu dari empat murid Ash-Shadr Al-Maidumiy, dan ia memiliki mu'jam-mu'jam (kumpulan guru) tentang hal itu. Mungkin riwayatnya dari orang yang disebutkan ini, bersama dengan riwayatnya dari Muhammad bin Muqbil Al-Halabi, adalah sanad yang paling tinggi yang ia peroleh.

Di antara guru-guru Al-Allamah As-Suyuthi adalah:

·         Badruddin Muhammad bin Al-Hafizh bin Hajar.

·         Wajihuddin Abu al-Ju'ud Abdurrahman bin Muhammad bin Ibrahim Al-Murshidi.

·         Syarafuddin Isa bin Sulaiman Ath-Thanubi.

·         (Khadijah) binti Abdurrahman bin Ali Al-Uqaili.

·         Syarafuddin Ahmad bin Muhammad Al-Uqaili.

·         Al-Hafizh Taqiyuddin bin Fahd.

·         Saudaranya, Waliyyuddin Abu al-Fath Athiyyah.

·         Ayah mereka, Mujibuddin Abu Bakr.

·         Al-Hafizh Najmuddin Muhammad.

·         Syarafuddin Isma'il bin Abi Bakr Az-Zubaidi.

·         (Asiyah) binti Jadallah bin Shalih Ath-Thabari.

·         (Shafiyyah) binti Yaqut Al-Makkiyyah.

·         Al-Fakhr Abu Bakr bin Ahmad bin Ibrahim Al-Murshidi.

·         (Ruqayyah) binti Abdul Qawiyy bin Muhammad Al-Ja'i.

·         (Ummu Habibah) binti Ahmad bin Muhammad bin Musa As-Suwaiki.

·         (Kamaliyyah) binti Ahmad bin Muhammad bin Nashir Al-Makki.

·         Ar-Radhiy Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Zhahirah Al-Makki.

·         Dan saudaranya, Waliyyuddin Muhammad; serta Imam Muhibbuddin Muhammad bin Muhammad Ath-Thabari; dan (Ummul Fadhl) Hajar binti Asy-Syarf Al-Maqdisi; dan (Khadijah) binti Ali bin Al-Mulqin, serta saudarinya, Shalihah; dan (Sarah) binti Muhammad Al-Balisi; dan (Ummu Hani') binti Abul Hasan Al-Hawrini; dan (Kamaliyyah) binti Muhammad bin Muhammad Al-Marjani dan lain-lain.

·         Abul Hasanat Muhammad Abdul Hayy Al-Laknawi dalam catatan kakinya pada kitab Al-Muwatta', setelah menyebutkan As-Suyuthi, berkata: "Semua karyanya berisi faedah-faedah yang lembut dan mutiara-mutiara yang mulia, yang semuanya menunjukkan kedalaman ilmunya, luasnya pandangannya, dan ketajaman pemikirannya.

Dia layak untuk dianggap sebagai pembaharu bagi agama Muhammad di akhir abad kesembilan dan awal abad kesepuluh, sebagaimana ia sendiri mengklaimnya, dan klaim tersebut dibenarkan oleh orang-orang setelahnya seperti Ali Al-Qari Al-Makki dalam kitab Al-Mir'ah Syarh Al-Misykat."

Al-Qari dalam kitab Syarh Al-Misykat berkata: "Syekh para syekh kami, As-Suyuthi, adalah orang yang menghidupkan kembali ilmu tafsir dalam Ad-Durr Al-Mantsur, mengumpulkan semua hadis yang tersebar dalam Al-Jami'-nya yang terkenal, dan tidak ada satu pun cabang ilmu kecuali dia memiliki matan atau syarah yang tertulis di dalamnya.

Bahkan, dia memiliki tambahan dan penemuan baru yang membuatnya layak menjadi pembaharu di abad kesepuluh, sebagaimana klaimnya, dan klaimnya diterima serta dihargai." (halaman 347, jilid 1).

Adapun sabda Nabi , "Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat ini pada setiap awal seratus tahun seorang yang akan membaharui agama mereka." Sanad hadis ini sahih dan para perawinya adalah perawi yang sahih (halaman 522, jilid 4, Al-Mustadrak). Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dalam Al-Ma'rifah dari Abu Hurairah.

Para ulama hadis sepakat bahwa khalifah yang adil, Imam Umar bin Abdul Aziz, adalah pembaharu pada awal abad pertama, dan Imam Asy-Syafi'i adalah pembaharu pada awal abad kedua.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: "Setiap kaum mengklaim bahwa imam mereka adalah yang dimaksud dalam hadis ini. Namun, yang tampak adalah bahwa hadis ini mencakup sekelompok ulama dari setiap golongan dan setiap bidang, seperti ahli tafsir, ahli hadis, ahli fikih, ahli nahwu, ahli bahasa, dan lainnya." (dari Faidh Al-Qadir, jilid 2).

Tidak diragukan lagi bahwa Al-Hafizh As-Suyuthi adalah salah satu dari mereka.

 

 

 

Posting Komentar untuk "Biografi Imam as Suyuthi, Penulis Tafsir Jalalain"

Buku sejarah 25 Nabi Balita