Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Retorika Dalam Dakwah (Kebijakan konten Vs kompleksitas konteks dakwah)

Menjadi orator dakwah


Retorika Dalam Dakwah
(Kebijakan konten Vs kompleksitas konteks dakwah)
Suatu ketika, ana menerima pertanyaan melalui SMS, pertanyaan tersebut berbunyi:
"Afwan, tw tntang (makna) Qaulan baligho, Qaulan sadida. Mksdnya ap ?"


Bismillahirrahmanirrahim…………..

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menganugerahkan kepada kita kecintaan terhadap ilmu, iman, amal, serta mengenalkan kita kepada jalan dakwah ini. Shalawat serta salam cinta kita kepada Rasulullah SAW. Semoga Allah SWT, memperkenankan kita yang penuh dengan berbagai kekurangan ini, untuk bertemu dengan Rasulullah SAW, sebagai manusia termulia yang pernah ada. 

Pertanyaan di atas sebenarnya sudah ana jawab melalui SMS kepada yang menanyakan. Akan tetapi, ana kemudian berpikir bahwa ada baiknya jika ana menjelaskan jenis-jenis perkataan yang disebutkan dalam Al-Qur'an, yang fungsi ayatnya sama tapi tak serupa dengan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas. Selain bertujuan menjelaskan makna, ana juga akan membicarakan konteks turunnya ayat-ayat ini, dan juga aplikasinya dalam konteks dakwah saat ini.

Potongan-potongan ayat ini turun dalam konteks yang sama, yaitu mengenai pentingnya penguasaan retorika (Seni berbicara & berargument) dalam menyampaikan dakwah. Dalam hal ini, Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa setidaknya ada 3 jenis seni karakter kata-kata dan kalimat yang harus dikuasai oleh seorang dai dalam menyampaikan dakwahnya, yaitu:

1.     Qaulan Baligho (Perkataan yang menyentuh & menggugah)
Mengenai karakter dan seni berbicara yang satu ini, Al-Qur'an menyebutkannya:

وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا

"Dan katakanlah kepada mereka (untuk menyentuh jiwa-jiwa mereka) perkataan yang menyentuh (menggugah)"(An-Nisa 4:63)

Ana sempat kebingungan ketika mencari padanan kata dan kalimat "Qaulan Baligho" dalam bahasa Indonesia, sebab ia bukan hanya sebuah kalimat biasa, namun sebuah kalimat yang mengandung nilai seni yang luar biasa dalam bahasa Arab. Untuk memperjelas makna yang sebenarnya, mari kita lihat dalam masalah apa ayat ini turun dan berbicara.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا (61) فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا (62) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا (63)

"Apakah kamu tidak melihat (memperhatikan) orang-orang yang berdalih/berargument bahwa mereka telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum kamu, mereka menginginkan berhukum kepada thagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya, dan syaitan menginginkan agar mereka tersesat sejauh-jauhnya (60). Dan apabila dikatakan kepada mereka,"Marilah bersama-sama berpegang kepada apa yang telah Allah turunkan dan juga kepada apa yang rasul sampaikan, maka engkau melihat orang-orang munafik berpaling darimu dengan sebenar-benarnya (61). Dan bagaimanakah bila mereka ditimpa musibah karena apa yang telah mereka lakukan, kemudian mereka datang kepadamu dan bersumpah dengan nama Allah sambil berkata,"Sesungguhnya tidak ada yang kami inginkan selain kebaikan dan perbaikan (62). Mereka itulah orang-orang yang Allah ketahui apa yang ada dalam hati mereka, maka berpalinglah dari mereka, nasehatilah mereka, dan sampaikanlah kepada mereka untuk menyentuh jiwa-jiwa mereka, perkataan yang menyentuh (menggugah) (63). (An-Nisa 4:60-63)


Komentar Ana :
1) Secara bahasa, kata "Qaulan" bermakna perkataan, argument, dan statement, sedangkan kata "Balighan" bermakna yang sampai pada lubuk hati sehingga membawa efek perubahan 180 derajat pada objek dakwah.

2) Qaulan baligho/balighan dalam konteks dakwah saat ini adalah sebuah rangkaian perkataan dan seruan dakwah yang titik tekannya diarahkan pada sentuhan pikiran dengan kekuatan rasionalisasi, dan juga sentuhan terhadap hati dengan kekuatan perasaan dan pelibatan emosi dalam penyampaian materi dakwah. 

3) Dalam ilustrasi yang disampaikan pada ayat di atas, qaulan baligho menjadi senjata utama dalam menghadapi individu/masyarakat objek dakwah yang memiliki masalah pada pola pikir dan keyakinan hidupnya, hal ini bertujuan untuk:

ü  Pelurusan terhadap paradigma (cara pandang) dan mindset (cara berpikir) objek dakwah; Hal ini mengharuskan seorang dai untuk mengetahui bagaimana paradigma dan mindset orang/masyarakat yang menjadi objek dakwahnya, inilah isyarat yang dimaksud dalam ayat di atas,
"Orang-orang yang berdalih/berargument bahwa mereka telah beriman…"
ü  Pelurusan kekeliruan pemahaman terhadap dalil-dalil syar'i; Di tengah masyarakat yang setiap hari selalu berhadapan dengan berbagai agenda ghazwul fikri (perang pemikiran) seperti saat ini, sangat banyak ditemukan pemahaman yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW menjadi anutan dalam masyarakat, di sinilah peran seorang dai sangat dibutuhkan. Yaitu untuk memaparkan dan mengungkap hal tersebut kepada masyarakat. Inilah isyarat yang disampaikan dalam ayat di atas,
" mereka menginginkan berhukum kepada thagut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya…. "  


2.      Qaulan Sadida
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan ucapkanlah perkataan yang benar." (Al-Ahzab 33:70)

Tsaqofah :
Ibnu jarir dalam tafsirnya –Semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan setidaknya ada beberapa makna dari kata "Qaulan Sadida/sadidan", yaitu:
1) Perkataan yang benar; ini adalah pendapat Imam Mujahid.
2) Perkataan yang adil, yang dibarengi dengan keadilan (objektifitas) dalam berpikir dan berbuat, kata "Sadida/Sadidan" sendiri maknanya sama dengan "al-Shidqu" atau kejujuran; ini adalah pendapat Imam Qatadah.
3) Qaulan sadida maksudnya adalah kalimat La ilaha illallah; Ini adalah pendapat Imam Ikrimah.
4) Perkataan yang jujur (berkata apa adanya); Ini adalah pendapat Imam al-Kalbi.

 Komentar Ana:
"Qaulan Sadidan" dalam esensinya adalah dakwah kepada Allah SWT, dengan menonjolkan salah satu sifat yang sudah sangat langka untuk ditemukan saat ini, yaitu "al-Shidqu" atau jujur dalam perkataan dan perbuatan. Di sinilah letak masalah dan titik tekan sebenarnya dari ayat ini. Saat ini, ketidak jujuran seakan menjadi tradisi bangsa kita, mulai dari kalangan bawah (rakyat jelata), hingga kalangan petinggi/pejabat negeri ini. Perlu juga diketahui, bahwa ayat ini juga mengisyaratkan kepada orang-orang yang beriman untuk mensyiarkan dan menebarkan kejujuran pada bidang apapun mereka beraktivitas.


3.      Qaulan layyina
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

"Maka berkatalah kepadanya dengan perkataan yang lembut, agar ia ingat dan takut."
(Thaha 20:44)

Al-Hafiz Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- menyebutkan dalam tafsirnya bahwa terdapat beberapa makna dan tafsiran yang disampaikan oleh pada ulama kita dalam menafsirkan kata "Qaulan Layyina", yaitu:

1)     Perkataan yang lemah lembut dan halus; ini adalah pendapat Ibnu Katsir sendiri.
Komentar ana :
Ayat ini berserta beberapa ayat sebelum dan sesudahnya adalah sepotong episode dalam Al-Qur'an yang memaparkan mengenai cara seorang aktivis dakwah bersikap terhadap objek dakwahnya sebesar apapun dosanya dan sebanyak apapun kesalahannya. Salah satu sifat utama yang harus dilatih dan dipertahankan oleh seorang aktivis dalam menghadapi objek dakwahnya tersebut adalah sifat dan perkataan yang lemah lembut dan halus.
Jika kita bersama mencoba berhenti sejenak untuk berfikir dan merenungi diri, dalam dakwah kita di masa modern ini, kita tidak pernah berhadapan dengan objek dakwah sesombong dan sekejam Fir`aun. Tidak pernah pula kita akan temukan seorang aktivis dakwah semulia Nabi Musa a.s. Namun dalam ayat ini,  sebesar-besarnya dosa Fir'aun yang membunuh semua anak laki-laki di masa pemerintahannya, dan semulia-mulianya derajat nabi Musa a.s sebagai seorang nabi Allah, ia tetap diperintahkan oleh Allah SWT secara langsung untuk tetap bersikap lemah lembut dan halus dalam menyampaikan risalah dakwahnya kepada Fir`aun. Maka bagaimanakah dengan para aktivis dakwah pada hari ini yang kebanyakan dari mereka kehilangan etika dan akhlaq mulianya ketika berhadapan saudara mereka yang masih sama-sama muslim dan aktivis dakwah hanya karena perbedaan pendapat dan golongan……????? Dimanakah letak persaudaraan sesama muslim…..???? Ataukah persaudaraan sesama muslim hanya berlaku dan dibatasi penafsirannya hanya untuk yang satu golongan dan pemahaman…??? Jika tidak demikian, mengapa saling mencela, menuduh sesat, memfitnah, dan saling menjatuhkan sesama aktivis islam…????

Apakah para aktivis dakwah saat ini sudah merasa lebih mulia dari Nabi Musa a.s dan menganggap saudaranya sesama muslim dan aktivis dari harokah lainnya sebagai seorang yang lebih rendah derajatnya serta lebih banyak kejahatannya daripada Fir`aun….?????

Semoga Allah SWT melindungi kita dari terjebak dan tergolong kepada para aktivis yang kerjaannya hanya menyulut perpecahan dengan masalah-masalah furu`, mencela dan memfitnah sesama aktivis dan pergerakan islam tanpa adannya tabayun (klarifikasi), serta mengesampingkan persatuan dan persaudaraan sesama muslim. Sifat-sifat seperti ini tidak pantas disandang oleh para aktivis yang berada di barisan dakwah ini. Hal ini karena mafsadat/kerusakan dan perpecahan yang mereka lahirkan di tengah-tengah barisan umat yang membutuhkan bimbingan, sangatlah banyak dibandingkan dengan manfaat yang mereka berikan. Rasulullah SAW secara tegas mengingat kepada kita akan hal ini:

مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

"Barangsiapa yang mencerai-beraikan barisan jamaah kaum muslimin sejengkal, maka tidaklah ia mati melainkan mati sebagai seorang jahiliyah."

Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya –semoga Allah merahmati mereka semuanya -.

2)     Perkataan yang menjelaskan dengan baik bahwa sifat Maha Pemaaf dan Maha Pengampun dari Allah SWT lebih dekat untuk hamba-hamba-Nya dibandingkan dengan Marah dan hukuman-Nya. ; Ini adalah pendapat Imam Wahab bin al-Munabbih.

3)     Perkataan yang disampaikan secara pribadi, tersembunyi dan tidak di depan public; Ini adalah pendapat sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `Anhu, dan Imam Sufyan al-Tsauri.
Komentar ana:
Salah satu sifat yang dimiliki oleh objek dakwah pada umumnya adalah tidak ingin kesalahannya dikritik di tengah-tengah keramaian. Hal inilah yang akan membuatnya semakin menutup diri, tidak mau menerima, dan bahkan memusuhi dakwah yang disampaikan kepadanya.
Oleh karena itu, sudah selayaknya hal ini dihindari dalam menyampaikan dakwah, khsusunya kepada para penguasa dan tokoh-tokoh suatu masyarakat ataupun organisasi tertentu. Wallahu A`lam
Semoga risalah singkat ini bermanfaat, dan menjadi salah satu tambahan tsaqafah keislaman untuk para aktivis dakwah di belahan bumi manapun ia membaca risalah ini.

Bolano (Sulawesi Tengah)
Selasa, 2 Juli 2013, Pkl.15.05 WITA (Waktu Indonesia Tengah)

Khadim Al-Qur'an wa As-Sunnah
Aswin Ahdir Bolano

Referensi:
Tafsir al-Thabari karya Hujjatul Islam Imam Muhammad bin Jarir al-Thabari
Tafsir al-Qur'an al-`Azhim karya  al-Hafizh Ibnu Katsir

Post a Comment for "Retorika Dalam Dakwah (Kebijakan konten Vs kompleksitas konteks dakwah)"