Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Isyarat Haraki dalam Surat al-Buruj (Bag.2)

The true kader dakwah story


Bismillahirrahmanirrahim.................

Segala puji bagi Allah azza wa Jalla yang telah menganugerahkan iman dan islam kepada kita serta mengenalkan kepada kita jalan dakwah ini, shalawat dan salam cinta untuk Rasulullah SAW. Sebagai sosok panutan yang selalu kita rindukan, semoga Allah Azza wa Jalla berkenan memberikan rahmat-Nya bagi kita, serta mempertemukan dengan beliau SAW di surga-Nya.

Risalah kali ini merupakan lanjutan dari risalah sebelumnya “Isyarat Haraki dalam Surat al-Buruj (Bag.1) yang terpaksa ana bagi menjadi dua tulisan karena pertimbangan tingkat konsentrasi dan kebosanan dari para pembaca sekalian. Hal ini pula karena materi yang disampaikan dalam pembahasan surat ini adalah materi yang sangat berat pemahaman dan pengamalannya. Meskipun demikian, kita berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar memberi kita kekuatan untuk mengamalkan dan mendakwahkannya.


Ayat 12-16
“Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras (12) Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali) (13) Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (14) yang mempunyai 'Arsy, lagi Maha Mulia (15) Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya (16).” (al-Buruj 12-16)  

Isyarat Haraki dalam Ayat Ini:
-          Dalam rangkaian ayat-ayat ini, Allah Azza wa Jalla menyiratkan bahwa berbagai macam ujian, tribulasi dan rintangan yang dihadapi oleh dakwah ini bukanlah berarti sebagai tanda awal kekalahan dakwah ini dari musuh-musuhnya, akan tetapi ujian-ujian itu hadir sebagai salah satu bentuk internalisasi nilai-nilai aqidah agar berbuah kekokohan komitmen di dalam hati para pengusung dakwah. Hingga mereka tidak lagi mengenal sesuatu yang lain untuk bersandar di kala menghadapi ujian apapun di jalan dakwah ini, selain dari ketinggian ruhiyah yang berbuah kepasrahan total akan kebesaran Allah semata. Inilah salah satu rahasia mengapa rangkaian ayat ini hadir dengan penyadaran kembali akan kebesaran Allah Azza wa Jalla setelah sebelumnya mengilustrasikan salah satu bentuk ujian terbesar di jalan dakwah, yaitu penyiksaan:

Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali) (13) Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih (14) yang mempunyai 'Arsy, lagi Maha Mulia (15) Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya (16).

-          Salah satu hal utama yang harus ditanamkan oleh para pengusung dakwah ini dalam hati mereka ketika berhadapan dengan ujian dan ancaman dari musuh-musuh dakwah adalah bahwa siapapun yang memusuhi dakwah, berarti ia memusuhi Allah Azza wa Jalla, Dzat yang sangat keras siksa dan balasan-Nya terhadap musuh-musuh-Nya. Inilah rahasia di balik pernyataan-Nya:

“Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras (12)” (al-Buruj: 12)

-          Ujian (Ibtila) di jalan dakwah adalah sebuah sunnatullah, untuk menginternalisasi nilai-nilai dakwah ke dalam lubuk hati para pengusungnya, sekaligus untuk membentuk jiwa yang kokoh dari dainya.

-          Di antara karakter ujian di jalan dakwah ini adalah ia hadir untuk menggoncang komitmen dan keimanan dengan ujian yang sesulit-sulitnya, namun ketika para pengusung dakwah itu tersadar bahwa tidak ada lagi tempat bersandar untuk memohon pertolongan selain kepada Allah secara total, seketika itu pula kemudahan dan pertolongan Allah Azza wa Jalla turun menghapus semua kesulitan yang ada. Sebagaimana dalam ilustrasi kemenangan perang Badr, yang disebutkan oleh Al-Qur’an:

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut (9) Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (10)." (al-Anfal: 9-10)
***
Ayat 17-22
“Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang (17) (yaitu kaum) Fir'aun dan (kaum) Tsamud? (18) Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan (19) padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka (20) Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia (21) yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (22).”
 (al-Buruj:17-22)
Imam Ibnu Jarir berkata bahwa dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla bertanya kepada Rasulullah SAW,”Apakah telah datang kepadamu hai Muhammad..!!! berita tentang “al-Junuud” (jamak dari kata jundi artinya pasukan-pasukan) yaitu orang-orang yang masuk menjadi tentara dengan tujuan untuk berbuat kejahatan dan makar (tipu daya) terhadap Allah dan Rasul-Nya?
Ibnu Jarir melanjutkan penuturannya, bahwa Allah memaksudkan dalam firman-Nya,”Sungguh telah datang kepadamu berita itu dan Engkaupun telah mengetahuinya. Oleh karena itu, bersabarlah atas perlakuan buruk kaummu terhadapmu, karena perlindungan-Ku yang telah Aku sebutkan dalam cerita-cerita itu akan menyelamatkanmu dari berbagai tipu daya. Bersabarlah Engkau sebagaimana sabarnya rasul-rasul-Ku dalam menghadapi pasukan-pasukan itu, dan janganlah sampai Engkau berhenti dalam menyampaikan risalahku kepada mereka, sebagaimana tidak berhentinya pula para rasul yang menyampaikan risalah-Ku kepada kaum-kaum itu, meskipun Engkau mendapatkan ujian dari orang-orang yang tidak mau membenarkan seruanmu dan tidak mau beriman kepadamu, berupa penyiksaan dan pembunuhan sebagaimana penyiksaan dan pembunuhan yang telah dilakukan oleh pasukan-pasukan itu.
Al-Hafiz Ibnu Katsir menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari seorang sahabat yang bernama `Amru bin Maimun, bahwa suatu ketika Nabi SAW, lewat di hadapan seorang perempuan yang membaca ayat,” “Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang (Al-Buruj:17).” Beliau berhenti di hadapan perempuan tersebut, lalu bersabda,”Benar, sungguh telah datang kepadaku.”
Isyarat Haraki Dalam Ayat ini:
-          Di antara cara menjaga dan menumbuhkan ghirah (semangat) dalam mengemban amanah-amanah berat dalam dakwah ini adalah dengan selalu membaca ayat-ayat tajribiyah (pengalaman) dalam kisah-kisah para aktivis dakwah yang istiqomah dalam dakwah ini, dari kalangan para nabi, sahabat-sahabat Nabi SAW, serta para aktivis islam modern yang lahir dan besar di jalan dakwah ini, misalnya kisah Ibrahim a.s, kisah Ismail a.s, kisah Yusuf a.s, sirah nabawi, sirah sahabat seperti Umar bin Abd Aziz, Said bin Jubair, Urwah bin Jubair, kisah Umar Tilmisani, Muhammad Kamal Sananiri, Abdul Qadir Audah, dll.

-          Hal utama yang harus dilakukan oleh para aktivis dakwah dalam menelaah kisah-kisah para aktivis dakwah dari kalangan para nabi, para sahabat, dan para aktivis islam di atas adalah mukarranah al-`Aqabah (memperbandingkan bentuk dan besarnya cobaan) yang dihadapi. Jangan sampai ada dari kalangan para pengusung dakwah ini yang merasa ujian yang dihadapinya sangatlah berat, padahal yang dihadapinya hanyalah kesulitan memanajemen waktu, rasa malas, ruhiyah yang rapuh, serta masalah-masalah kecil yang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang dialami oleh para muassis (penggagas) dan muharrik (penggerak) dakwah ini pada zaman mereka masing-masing.

-          Secara sepintas, terkadang para musuh dakwah seolah-olah begitu mudahnya membuat makar (tipu daya) terhadap dakwah ini, sehingga sering kali mereka membuat pesta yang sangat meriah untuk foya-foya dalam kemasiatan, ketika ada di antara agenda tipu daya mereka yang berhasil, misalnya penguasaan suatu wilayah muslim dengan menindas penduduknya, pembantaian umat muslim yang disertai penculikan dan pembunuhan terhadap para qiyadah dan tokoh dakwahnya, penistaan mesjid-mesjid suci seperti Al-Quds/al-Aqsha dan Al-Qur’an, dan lain-lain. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya, inilah makna rahasia di balik pernyataan Allah:

Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka (20) Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia (21) yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh (22).” (al-Buruj: 20-22)

Tsaqofah:
Ibnu Jarir menyebutkan bahwa para ahli Qiro’at memiliki cara yang berbeda dalam membaca potongan ayat,”Fii Lauhin Mahfuzhin”, khususnya pada kata ”Mahfuzhin”. Bacaan kata ”Mahfuzhin” yaitu dengan kasrahtain adalah bacaan dari penduduk Hijaz, yaitu Abu Ja`far al-Qari dan Ibnu Katsir. Dari Kufah, bacaan dengan cara ini diriwayatkan oleh Imam `Ashim, al-A`masy, Hamzah dan Imam al-Kisa’iy. Sedangkan dari Basrah, diriwayatkan oleh Imam Abu `Amr. Bacaan ini membawa makna bahwa yang Mahfuz (terpelihara) adalah Lauh-nya, bukan pada Al-Qur’annya secara langsung. Hal ini membawa arti bahwa Al-Qur’an berada di tempat yang terpelihara yaitu Lauhil Mahfuz.

Berbeda sedikit dengan cara di atas, Imam Ibnu Muhaishin yang berasal dari Mekah, dan Imam Nafi` yang berasal dari Madinah, membacanya dengan “Mahfuzhun”, yaitu merafa`kan dengan dhammatain. Hal ini berdasarkan bahwa kata “Mahfuzhun” (terpelihara) dalam ayat ini adalah sifat dari Al-Qur’an, dan bukan sifat dari kata Lauh. Bacaan dengan cara ini membawa penafsiran bahwa “Al-Qur’an al-Majid” itu salah satu sifatnya adalah mahfuzhun (terpelihara) dari berbagai perubahan dan penggantian, serta tersimpan di dalam suatu tempat yang bernama Lauh.  

Imam Ibnu Jarir kemudian bertutur bahwa kedua cara dalam bacaan di atas adalah Ma`ruf (dikenal di kalangan ulama ahli Qiro’at) dan shahih kedua maknanya, sebagaimana yang disebutkan dalam Qiro’at al-Amshar. 

Wallahu A`lam

Bandung, 12 Maret 2014/10 Jumadil Ula 1435 H Pkl.11.20 am WIB 

Khadim Al-Qur’an wa As- Sunnah 

Aswin Ahdir Bolano



Bahan bacaan: 
ü  Al-Qur’an al-Karim 
ü  Kitab Tafsir al-Jami` al-Bayan `An Ta’wil Al-Qur’an Karya Imam Muhammad bin Jarir al-Thabari (Tafsir al-Thabari ) 
ü  Kitab Tafsir Al-Qur’an al-`Azhim Karya Imam Ismail bin Katsir (Tafsir Ibnu Katsir) 
ü  MT 1433 H Jilid 2 
ü  Manhaj Haraki Karya Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban Jilid 1 & 2. 
ü  Fiqh Dakwah Karya Syaikh Musthafa Masyhur Jilid 1 & 2 
ü  Membina Angkatan Mujahid Karya Sa`id Hawwa.

Post a Comment for "Isyarat Haraki dalam Surat al-Buruj (Bag.2)"