Kuatkan Keteguhan Di Jalan Dakwah
Kuatkan Keteguhan Di Jalan Dakwah
Oleh : Alm.Ust. Rahmat Abdullah
Sejarah telah diwarnai, dipenuhi dan diperkaya oleh orang-orang
yang sungguh-sungguh. Bukan oleh orang-orang yang santai, berleha-leha dan
berangan-angan. Dunia diisi dan dimenangkan oleh orang-orang yang merealisir
cita-cita, harapan dan angan-angan mereka dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan)
dan kekuatan tekad. Namun kebatilan pun
dibela dengan sungguh-sungguh oleh para pendukungnya, oleh karena itulah Ali
bin Abi Thalib ra menyatakan :
"Al-haq yang tidak ditata dengan baik akan
dikalahkan oleh Al-bathil yang tertata dengan baik".
Ayyuhal ikhwah
rahimakumullah, Allah memberikan
ganjaran yang sebesar-besarnya dan derajat yang setinggi-tingginya bagi mereka
yang sabar dan lulus dalam ujian kehidupan di jalan dakwah. Jika ujian, cobaan
yang diberikan Allah hanya yang mudah-mudah saja tentu mereka tidak akan
memperoleh ganjaran yang hebat. Di situlah letak hikmahnya yakni bahwa seorang
da'i harus sungguh-sungguh dan sabar dalam meniti jalan dakwah ini. Perjuangan
ini tidak bisa dijalani dengan ketidaksungguhan, azam yang lemah dan
pengorbanan yang sedikit. Ali sempat
mengeluh ketika melihat semangat juang pasukannya mulai melemah, sementara para
pemberontak sudah demikian destruktif, berbuat dan berlaku seenakenaknya. Para
pengikut Ali saat itu malah menjadi ragu-ragu dan gamang, sehingga Ali perlu
mengingatkan mereka dengan kalimatnya yang terkenal tersebut.
Ayyuhal ikhwah
rahimakumullah,
Ketika Allah menyuruh Nabi
Musa as mengikuti petunjuk-Nya, tersirat di dalamnya sebuah pesan abadi,
pelajaran yang mahal dan kesan yang mendalam: "Dan telah Kami tuliskan
untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan
penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah
kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada
perintah-perintahnya dengan sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan
kepadamu negeri orang-orang yang fasiq".(QS. Al-A'raaf (7):145) Demikian juga perintah-Nya terhadap Yahya,
dalam surat Maryam ayat 12 : "Hudzil kitaab bi quwwah" (Ambil kitab
ini dengan quwwah). Yahya juga diperintahkan oleh Allah untuk mengemban
amanah-Nya dengan jiddiyah (kesungguh-sungguhan). Jiddiyah ini juga nampak pada
diri Ulul Azmi (lima orang Nabi yakni Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad yang
dianggap memiliki azam terkuat).
Dakwah berkembang di tangan orang-orang yang
memiliki militansi, semangat juang yang tak pernah pudar. Ajaran yang mereka
bawa bertahan melebihi usia mereka. Boleh jadi usia para mujahid pembawa misi
dakwah tersebut tidak panjang, tetapi cita-cita, semangat dan ajaran yang
mereka bawa tetap hidup sepeninggal mereka.
Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga boleh jadi biografi
kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan di nisan kita : "Si
Fulan lahir tanggal sekian-sekian, wafat tanggal sekian-sekian". Hendaknya kita melihat bagaimana kisah
kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Usia mereka hanya sekitar 60-an
tahun. Satu rentang usia yang tidak terlalu panjang, namun sejarah mereka
seakan tidak pernah habis-habisnya dikaji dari berbagai segi dan sudut pandang.
Misalnya dari segi strategi militernya, dari visi kenegarawanannya, dari segi
sosok kebapakannya dan lain sebagainya.
Seharusnyalah kisah-kisah tersebut menjadi ibrah bagi kita dan semakin
meneguhkan hati kita. Seperti digambarkan dalam QS. 11:120, orang-orang yang
beristiqomah di jalan Allah akan mendapatkan buah yang pasti berupa keteguhan
hati. Bila kita tidak kunjung dapat menarik ibrah dan tidak semakin bertambah
teguh, besar kemungkinannya ada yang salah dalam diri kita. Seringkali
kurangnya jiddiyah (kesungguh-sungguhan) dalam diri kita membuat kita mudah
berkata hal-hal yang membatalkan keteladanan mereka atas diri kita. Misalnya:
"Ah itu kan Nabi, kita bukan Nabi. Ah itu kan istri Nabi, kita kan bukan
istri Nabi". Padahal memang tanpa jiddiyah sulit bagi kita untuk menarik
ibrah dari keteladanan para Nabi, Rasul dan pengikut-pengikutnya.
Kisah Dokter Dakwah : Abdul Aziz al-Rantisi
Tokoh Dakwah
Ayyuhal ikhwah
rahimakumullah, Di antara sekian jenis
kemiskinan, yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam, tekad dan
bukannya kemiskinan harta. Misalnya
anak yang mendapatkan warisan berlimpah dari orangtuanya dan kemudian
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata
kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu, ketika Dia
mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka
dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikanNya kepada seorangpun
di antara umat-umat yang lain".
"Hai, kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut
kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi". "Mereka berkata: "Hai Musa,
sesungguhnya dalam negri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya
kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari negri itu.
Jika mereka keluar dari negri itu, pasti kami akan memasukinya". "Berkatalah dua orang di antara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat
atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu,
maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman". "Mereka berkata:
"Hai Musa kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya selagi
mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan
berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini
saja". "Berkata Musa:
"Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku.
Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu". "Allah berfirman: "(Jika
demikian), maka sesungguhnya negri itu diharamkan atas mereka selama empat
puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
(padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orangorang yang fasiq itu".
Rangkaian ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran yang mahal dan
sangat berharga bagi kita, yakni bahwa manusia adalah anak lingkungannya. Ia
juga makhluk kebiasaan yang sangat terpengaruh oleh lingkungannya dan perubahan
besar baru akan terjadi jika mereka mau berusaha seperti tertera dalam QS.
Ar-Ra'du (13):11, "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu
kaum, sampai mereka berusaha merubahnya sendiri".
The Legend of Saiyyid Quthb
Ulama Dakwah
Nabi Musa as adalah pemimpin yang dipilihkan Allah untuk mereka,
seharusnyalah mereka tsiqqah pada Nabi Musa. Apalagi telah terbukti ketika
mereka berputus asa dari pengejaran dan pengepungan Fir'aun beserta bala
tentaranya yang terkenal ganas, Allah SWT berkenan mengijabahi do'a dan
keyakinan Nabi Musa as sehingga menjawab segala kecemasan, keraguan dan
kegalauan mereka seperti tercantum dalam QS. Asy-Syu'ara (26):61-62, "Maka
setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikutpengikut Musa:
"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab:
"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, kelak Dia
pasti akan memberi petunjuk kepadaku".
Semestinya kaum Nabi Musa melihat dan mau menarik ibrah (pelajaran)
bahwa apa-apa yang diridhai Allah pasti akan dimudahkan oleh Allah dan
mendapatkan keberhasilan karena jaminan kesuksesan yang diberikan Allah pada
orang-orang beriman. Allah pasti akan bersama al-haq dan para pendukung
kebenaran. Namun kaum Nabi Musa hanya melihat laut, musuh dan
kesulitan-kesulitan tanpa adanya tekad untuk mengatasi semua itu sambil di sisi
lain bermimpi tentang kesuksesan. Hal itu sungguh merupakan opium, candu yang
berbahaya. Mereka menginginkan hasil tanpa kerja keras dan kesungguhsungguhan.
Mereka adalah "qaumun jabbarun" yang rendah, santai dan
materialistik. Seharusnya mereka melihat bagaimana kesudahan nasib Fir'aun yang
dikaramkan Allah di laut Merah.
Seandainya mereka yakin akan pertolongan Allah dan yakin akan
dimenangkan Allah, mereka tentu tsiqqah pada kepemimpinan Nabi Musa dan yakin
pula bahwa mereka dijamin Allah akan memasuki Palestina dengan selamat.
Bukankah Allah SWT telah
berfirman dalam QS. 47:7, "In tanshurullah yanshurkum
wayutsabbit bihil aqdaam" (Jika engkau menolong Allah, Allah akan
menolongmu dan meneguhkan pendirianmu).
Hendaknya jangan sampai kita seperti Bani Israil yang bukannya tsiqqah
dan taat kepada Nabi-Nya, mereka dengan segala kedegilannya malah menyuruh Nabi
Musa as untuk berjuang sendiri. "Pergilah engkau dengan Tuhanmu". Hal
itu sungguh merupakan kerendahan akhlak dan militansi, sehingga Allah
mengharamkan bagi mereka untuk memasuki negri itu. Maka selama 40 tahun mereka
berputar-putar tanpa pernah bisa memasuki negri itu. Namun demikian, Allah yang Rahman dan Rahim
tetap memberi mereka rizqi berupa ghomama, manna dan salwa, padahal mereka
dalam kondisi sedang dihukum. Tetapi
tetap saja kedegilan mereka tampak dengan nyata ketika dengan tidak tahu dirinya
mereka mengatakan kepada Nabi Musa tidak tahan bila hanya mendapat satu jenis
makanan. Orientasi keduniawian yang
begitu dominan pada diri mereka membuat mereka begitu kurang ajar dan tidak
beradab dalam bersikap terhadap pemimpin. Mereka berkata: "Ud'uulanaa
robbaka" (Mintakan bagi kami pada Tuhanmu). Seyogyanya mereka berkata:
"Pimpinlah kami untuk berdo'a pada Tuhan kita". Kebodohan seperti itu pun kini sudah
mentradisi di masyarakat. Banyak keluarga yang berstatus Muslim, tidak pernah
ke masjid tapi mampu membayar sehingga banyak orang di masjid yang menyalatkan
jenazah salah seorang keluarga mereka, sementara mereka duduk-duduk atau
berdiri menonton saja. Rasulullah saw
memang telah memberikan nubuwat atau prediksi beliau: "Kelak kalian pasti
akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian selangkah demi selangkah,
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta dan sedepa demi sedepa".
Sahabat bertanya: "Yahudi dan Nasrani ya Rasulullah?". Beliau
menjawab: "Siapa lagi?".
Kebodohan dalam meneladani Rasulullah juga bisa terjadi di kalangan para
pemikul dakwah sebagai warasatul anbiya (pewaris nabi). Mereka mengambil
keteladanan dari beliau secara tidak tepat. Banyak ulama atau kiai yang suka
disambut, dielu-elukan dan dilayani padahal Rasulullah tidak suka dilayani,
dielu-elukan apalagi didewakan. Sebaliknya mereka enggan untuk mewarisi
kepahitan, pengorbanan dan perjuangan Rasulullah. Hal itu menunjukkan
merosotnya militansi di kalangan ulama-ulama amilin. Mengapa hal itu juga terjadi di kalangan
ulama, orang-orang yang notabene sudah sangat faham. Hal itu kiranya lebih
disebabkan adanya pergeseran dalam hal cinta dan loyalitas, cinta kepada Allah,
Rasul dan jihad di jalan-Nya telah digantikan dengan cinta kepada dunia. Mentalitas Bal'am, ulama di zaman Fir'aun
adalah mentalitas anjing sebagaimana digambarkan di Al-Qur'an. Dihalau dia
menjulurkan lidah, didiamkan pun tetap menjulurkan lidah. Bal'am bukannya memihak pada Musa, malah
memihak pada Fir'aun. Karena ia menyimpang dari jalur kebenaran, maka ia selalu
dibayang-bayangi, didampingi syaithan. Ulama jenis Bal'am tidak mau berpihak
dan menyuarakan kebenaran karena lebih suka menuruti hawa nafsu dan
tarikan-tarikan duniawi yang rendah.
Kader yang tulus dan bersemangat tinggi pasti akan memiliki wawasan
berfikir yang luas dan mulia. Misalnya, manusia yang memang memiliki akal akan
bisa mengerti tentang berharganya cincin berlian, mereka mau berkelahi untuk
memperebutkannya. Tetapi anjing yang ada di dekat cincin berlian tidak akan
pernah bisa mengapresiasi cincin berlian. Ia baru akan berlari mengejar tulang,
lalu mencari tempat untuk memuaskan kerakusannya. Sampailah anjing tersebut di
tepi telaga yang bening dan ia serasa melihat musuh di permukaan telaga yang
dianggapnya akan merebut tulang darinya. Karena kebodohannya ia tak tahu bahwa
itu adalah bayangan dirinya. Ia menerkam bayangan dirinya tersebut di telaga,
hingga ia tenggelam dan mati.
Kebahagiaan sejati akan diperoleh manusia bila ia tidak bertumpu pada
sesuatu yang fana dan rapuh, dan sebaliknya justru berorientasi pada
keabadian.
Nabi Yusuf as sebuah contoh
keistiqomahan, ia memilih di penjara daripada harus menuruti hawa nafsu rendah
manusia. Ia yang benar di penjara, sementara yang salah malah bebas. Ada satu hal lagi yang bisa kita petik dari
kisah Nabi Yusuf as. Wanita-wanita yang mempergunjingkan Zulaikha diundang ke
istana untuk melihat Nabi Yusuf. Mereka mengiris-iris jari-jari tangan mereka
karena terpesona melihat Nabi Yusuf. "Demi Allah, ini pasti bukan
manusia". Kekaguman dan keterpesonaan mereka pada seraut wajah tampan
milik Nabi Yusuf membuat mereka tidak merasakan sakitnya teriris-iris. Hal yang demikian bisa pula terjadi pada
orang-orang yang punya cita-cita mulia ingin bersama para nabi dan rasul, shidiqin,
syuhada dan shalihin. Mereka tentunya akan sanggup melupakan sakitnya
penderitaan dan kepahitan perjuangan karena keterpesonaan mereka pada surga
dengan segala kenikmatannya yang dijanjikan.
Itulah ibrah yang harus dijadikan pusat perhatian para da'i. Apalagi
berkurban di jalan Allah adalah sekedar mengembalikan sesuatu yang berasal dari
Allah jua. Kadang kita berat berinfaq, padahal harta kita dari-Nya. Kita
terlalu perhitungan dengan tenaga dan waktu untuk berbuat sesuatu di jalan
Allah padahal semua yang kita miliki berupa ilmu dan kemuliaan keseluruhannya
juga berasal dari Allah. Semoga kita terhindar dari penyimpangan-penyimpangan
seperti itu dan tetap memiliki jiddiyah, militansi untuk senantiasa berjuang di
jalan-Nya. Amin. Wallahu a'lam bis shawab
The Legend of Syaikh Ahmad Yassin
Mujahid Dakwah
Biografi Pengasuh Dakwah : Syaikh Yusuf Qardhawi
Kamis,
07 Juli 05 - oleh : ghodiy
[ usahamulia.net ]
Dipublikasikan Kembali:
Bolano (Sulawesi Tengah), 26 Oktober 2013 Pkl.14.42
Khadim
Al-Qur'an wa As-Sunnah
Aswin
Ahdir Bolano
Posting Komentar untuk "Kuatkan Keteguhan Di Jalan Dakwah"